Jumat, 02 Maret 2012

Buku mengenang YB Mangunwijaya.

Romo Mangun melahirkan karya dan pemikiran cemerlang melahirkan sejumlah buku yang terdiri dari berbagai genre pemikiran; sejarah, budaya, renungan, politik, serta karya sastra yang terdiri dari novel, esei sastra, dan juga cerpen.
Berikut ini adalah dua buku yang ditulis oleh banyak orang untuk mengenang YB Mangunwijaya. stok kami sangat terbatas.

1. Romo Mangun di mata Sahabat
Judul               : Romo Mangun di Mata Sahabat
Ukuran/Tebal  : 358 halaman
Penerbit           : Kanisius
Tahun terbit     : 1999

Harga              : 25.000

Buku ini merupakan catatan kenangan dari berbagai tokoh lintas agama terhadap Romo Mangun. Ditulis oleh berbagai tokoh yang merupakan semacam kenangan dan ingatan mengenai beliau. Di buku ini bisa kita temukan rupa-rupa pandangan mengenai seorang Mangunwijaya.
            Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama merupakan Kesaksian para Sahabat yaitu: Abdurrahman wahid, Umar Kayam, H.M. Amien rais, A. malik Fadjar, H. Rosihan Anwar, Goenawan Mohamad, Muhamad Sobary, Faruk HT, Julius Kardinal Darmaatmadja, S.J., J. Soedjati Djiwandono, Jaya Suprana, Sindhunata, Jennifer Lindsay, Budi darma, Mudji Sutrisno, Jamal D. Rahman, Ignatius Haryanto, A. Supraktiknya & A. A. Atmadi, Mutrofin. Tulisan berikutnya adalah tulisan dan publikasi media massa ketika Romo manun berpilang, serta cuplikan wawanacara terhadap beberapa Tokoh terkait pemikiran dan Sosok Romo Mangun.

2. Menjadi Manusiawi, The Daily Wisdom of Mangunwijaya
Judul               : Menjadi Manusiawi, The Daily Wisdon of Mangunwijaya
Editor              : Y. Sari Jatmiko
Ukuran/tebal   : 21,5 x 16 cm/ xii + 236 halaman
Penerbit           : Dinamika Edukasi Dasar
Tahun terbit     : 2004

Harga              : 25.000

Romo Mangun sedang membangun rumah Kurewa. Saat itu ia sedang mempersiapkan membuat balok induk dari kayu. Si Pethuk mengamati gambar balok indouk yang dibuat Romo mangun. Balok itu di setiap sudutnya dibentuks edemikian rupa sehingga menyerupai mulut dan hidung manusia. Si Pethuk kemudian menunjukkan gambar itu kepada karyo,
            Yo.. Karyo, kok gambare iki lucu, koyo buto cakil yo? He.. he.. he.. (Yo, Karyo, kok gambarnya ini lucu, seperti Buto cakil ya?) ” Mas karyo diam saja karena mengetahui Romo Mangun muncul di belakang si pethuk. Sambil memandangi si pethuk Romo Mangun menjelaskan,
            “Wong kok senengane nyepelekke karyane wong liya, kayu kuwi yo butuh ambegan koyo menungsa (Orang kok sukanya menyepelekan karya orang lain, kayu itu ya butuh bernafas seperti manusia)”. Mereka berdua tertunduk malu, dalam hati mengakui, “O.. iya, ya. Benar juga!”

            Adegan itu mungkin hanya terjadi di Dinamika Edukasi dasar (DED), terletak di gang Kuwera, Jalan Gejayan (sekarang jln Affandi) Yogyakarta, yang didirikan dan dikelolah oleh Romo Mangun. Seluruh aktivitas dan keseharian Romo Mangun ditampilakn di sini. Tidak semua memang, tapi beberapa peristiwa yang menunjukan betapa seorang Romo Mangun adalah manusia biasa macam kita. Beliau bisa khilaf, marah, tersinggung, lucu, kasihan dan iba sertas elalu kritis dan disiplin.
            Buku Menjadi Manusiawi, The Daily Wisdon of Mangunwijaya ini dieditori Y. Sari Jatmiko dengan memilah kisah dan kata-kata bermakna yang inspiratif bagi penerusan karya beliau. Buku ini menceritakan kehidupan sehari-hari Romo Mangun bersama para staf-karyawan DED, kolega, dan sahabat yang diwarnai kesedihan, kegembiraan, harapan, kegelisahan, ketegangan, kegetiran, dan keprihatinan yang terselubung dalam kelucuan bahkan kekonyolan-kekonyolan. Bagian lai dari buku ini adalah kumpulan ide-gagasan yang muncul dalam tulisan maupun percakapan sehari-hari belau. Bagian ketiga adalah kumpulan beberapa surat dan sambutan.
            Buku ini menampilkan sosok sehari-hari Romo Mangun yang barangkali hanay diketahui oelh orang-orang dekatnya saja. Sikap, tingkah, dan cara beliau yang lucu sekaligus menginspirasi ini menjadi sangat lengkap setelah kita mengetahui pemikiran dan gagasan menarik dari beliau.
            Lihatlah kesederhanaan sekaligus ide spontan dan bisa jadi salah dari teori Romo. Seperti misalnya ketika beliau berkunjung ke gubug beliau di Pantai Grigak. Melihat seeokor kucing basah kuyup kedinginan, beliau menyerahkan termos air panas dan satu kardus susu full cream pada seorang karyawan. ”Tolong buatkan susu panas, biar kucing ini tidak mati kedinginan!”
            ”Tapi Romo, untuk membuat susu ini harus pakai air dingin dulu dahulu.”
            ”Pakai air panas! Wong kucing kedinginan kok diberi susu dingin.”
            Si Cipto, karyawan ini tetap ngotot, Romo mangun juga begitu.
            ”Katanya susu...”
            ”Kok katanya!” potong Romo, ”jangan mudah percaya. Coba dulu! Baru disimpulkan bisa atau tidaknya.”
            Ternyata susu itu menggumpal dan tidak dapat larut seluruhnya dalam air panas.
            ”Tidak bisa Romo,” lapor si Cipto.
            ”Hmm.. berarti memang tak bisa. Tapi kan anda telah mencoba..” tentu dengan ringan Romo akan bilang demikian.
            Anda mungkin tak percaya jika lem kanji pun bisa dimakan, pohon yang sudah dipangkas mesti disambung lagi, atau daging ayam basi pun masih bisa disantap. Romo Mangun, di luar pemikirannya adalah sosok kebapakan yang penuh perhatian..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger Widgets