Mencari Kubur Baridin
Judul: Mencari Kubur Baridin
Penulis: Riki Dhamparan
Putra
Penerbit: AKAR Indonesia, Yogyakarta
Tahun Terbit: 1 September 2014
Tebal Buku: x + 138 halaman
Harga: 40.000
Pernah
Umbu Landu Paranggi menyebut tiga penyair Bali kontemporer dengan gelar Trisula
Bali. Dan Riki Dhamparan Putra salah satu dari mereka – kedua penyair lainnya
adalah Raudal Tanjung Banua dan Wayan Sunarta. Dari sini kita tahu bahwa betapa
pentingnya posisi Riki dalam khazanah sastra Bali 1990-an dan 2000-an awal. Riki
berproes di Bali dengan mengambil bagian dalam Sanggar Minum Kopi dan Intens
Beh (Inspirasi Tendangan Sudut Bedahulu) yang diasuh oleh Umbu. Oleh karenanya
tidaklah heran bila gaya ungkap sajak-sajaknya tidak jauh dari gaya ungkap sajak-sajak
penyair Bali lain yang segenerasi dengannya. Maka biar pun Riki lahir di
Sumatera Barat dan kini tinggal di Jakarta, bagaimana pun, statusnya adalah
“penyair Bali”. Buku Mencari Kubur
Baridin adalah antologi puisi kedua Riki – antologi pertamanya adalah Percakapan Lilin (2004). Ada 55 sajak
Riki yang dihimpun dalam antologi puisinya ini, yaitu sajak-sajak yang
ditulisnya dari tahun 2004 sampai tahun 2013.
Tema
yang dibidik Riki amat beragam: tentang rantau, Jogja, Tirtagangga, Kupang, dendeng
kotoklema, burung beo, dalang, ngaben, hari Nyepi, daging kurban, Asyura’, gigi
palsu dan banyak lagi. Terlebih tajuk buku ini diambil dari sebuah sajaknya
berjudul “Mencari Kubur Baridin dan Suratminah”. Baridin dan Suratminah adalah
cerita rakyat Cirebon yang biasa dibawakan dalam pertunjukan Tarling. Baridin,
karena ditolak pinangannya lantaran miskin, menjampi-jampi
Suratminah dan orang tuanya dengan mantra Jaran Goyang dan puasa 40 hari. Di
akhir cerita, Baridin dan Suratminah gila. Apa yang dibidik Riki dari cerita
itu? “Aku memang terluka/” tulis Riki.
“Tapi hari ini kupaksa diriku/ untuk tak
ikut melepas mantra/Puasa sakit hatiku kututup sudah” karena “Kita tak pernah bertemu” dan “Hati tak seperti matahari/Tapi cukup terang
untuk menuntunku/di lorong panjang kematian ini”. (Fakih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar