Judul : Rel Kereta dan Bangku Tunggu yang Memucat
Penulis: Galih Pandu Adi
Penerbit: Kendi Aksara, Yogyakarta
Tahun: 2012
Isi: x + 124 hlm
Ukuran: 14,5 x 21 cm
ISBN: 978-602-99907-3-7
Harga: 45.000
Segitiga yang dibuat oleh kritikus sastra, M.H. Abrams, dalam The Mirror and The Lamp, meletakkan karya sastra sebagai pusat pengelihatan dari suatu produksi sang pengarang dalam hubungannya dengan dunia dan pembaca. Sebuah karya sastra datang dari semesta (universe) untuk diresepsi oleh pembaca. Tentu saja kita bisa merubah letak dan unsur bagan Abrams dengan suatu asumsi paradigmatik.
(Epilog Hudan Hidayat, hlm. 121-122)
Tuturan sajak-sajak Galih umumnya lirih, namun suasananya seperti terselubung magis. Terasa bagai suntingan percakapan yang cemas tentang getir cinta, getar amarah, juga riap harap dan kesiur kesia-siaan. Idiom dan simbolnya terkesan akrab dan sederhana, namun acap mencuatkan citra dan makna tak terduga.
(Sitok Srengenge, Penyair, tinggal di Jakarta)
dan kita, memang telah memilih jalur kepulangan sendiri
rel-rel kereta yang melintang
aku kau melaju tanpa doa atau erangan
tanpa peta atau kenangan
...
“sesepi inikah jalan kembali?”
...
(Rel Kereta dan Stasiun di Telapak Tanganmu, hlm. 28)
Nama Galih Pandu Adi sudah cukup melintang dalam beberapa antologi bersama, baik itu puisi maupun cerpen. Sosok yang pernah mengenyam kuliah di Jurusan Sastra Indonesia, Undip (Semarang—angkatan 2005) ini juga aktif dalam berteater. Rel Kereta dan Bangku Tunggu yang Memucat ini adalah antologi puisinya yang pertama, berisi sejumlah puisi yang ditulis dalam kurun 2008-2012.
Membaca kumpulan puisi dalam antologi “Rel Kereta dan Bangku Tunggu yang Memucat” karya Galih Pandu Adi ini serasa dibenturkan pada kesunyian dan/atau keterasingan yang hampir setiap orang pernah mengalaminya, entah itu akibat “ulahnya” sendiri atau sebab lingkungan. Rel kereta adalah ruas jalan yang pasti. Ia keras, tidak ada tikungan tajam, dan tidak berlubang seperti aspal.
Diakui oleh Galih—panggilan Galih Pandu Adi, hidup kadang juga berisi ketersesatan yang tepat. Bahwa segala hal adalah tepat, peristiwa-peristiwa adalah tepat dan yang tak tepat barangkali hanyalah keinginan kita. Bergumul dengan puisi bukan sekadar bergumul dengan kata-kata, melainkan juga merekam ingatan serta menerjemahkan wajah-wajah perasaan. Puisi menjadi sebuah realitas dalam bentuknya yang lain, yang sedemikian rupa gemerlap, sedemikian rupa sederhana, yang dicintai atau dibenci. Atau benarlah ungkapan: bahwa mungkin kitalah yang samar sebenarnya, sebenarnya tak nyata. Tetapi bukankah kehidupan kita ini memang demikian kita rasakan?
Untuk pemesanan buku ini, silahkan sms ke 081802717528. Untuk pemesanan buku-buku yang lain silahkan lihat di JUAL BUKU SASTRA
BNI UGM
0117443522
a.n. Indrian Toni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar