Romo Mangun
melahirkan karya dan pemikiran cemerlang melahirkan sejumlah buku yang terdiri
dari berbagai genre pemikiran; sejarah, budaya, renungan, politik, serta karya
sastra yang terdiri dari novel, esei sastra, dan juga cerpen.
Berikut ini
adalah dua buku yang ditulis oleh banyak orang untuk mengenang YB Mangunwijaya.
stok kami sangat terbatas.
1. Romo Mangun di mata Sahabat
Judul :
Romo Mangun di Mata Sahabat
Ukuran/Tebal : 358 halaman
Penerbit :
Kanisius
Tahun terbit : 1999
Harga :
25.000
Buku ini
merupakan catatan kenangan dari berbagai tokoh lintas agama terhadap Romo
Mangun. Ditulis oleh berbagai tokoh yang merupakan semacam kenangan dan ingatan
mengenai beliau. Di buku ini bisa kita temukan rupa-rupa pandangan mengenai
seorang Mangunwijaya.
Buku
ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama merupakan Kesaksian para Sahabat
yaitu: Abdurrahman wahid, Umar Kayam, H.M. Amien rais, A. malik Fadjar, H.
Rosihan Anwar, Goenawan Mohamad, Muhamad Sobary, Faruk HT, Julius Kardinal
Darmaatmadja, S.J., J. Soedjati Djiwandono, Jaya Suprana, Sindhunata, Jennifer
Lindsay, Budi darma, Mudji Sutrisno, Jamal D. Rahman, Ignatius Haryanto, A.
Supraktiknya & A. A. Atmadi, Mutrofin. Tulisan berikutnya adalah tulisan
dan publikasi media massa ketika Romo manun berpilang, serta cuplikan
wawanacara terhadap beberapa Tokoh terkait pemikiran dan Sosok Romo Mangun.
2. Menjadi Manusiawi, The Daily Wisdom of
Mangunwijaya
Judul : Menjadi Manusiawi,
The Daily Wisdon of Mangunwijaya
Editor : Y. Sari Jatmiko
Ukuran/tebal : 21,5 x 16 cm/ xii +
236 halaman
Penerbit : Dinamika Edukasi
Dasar
Tahun terbit : 2004
Harga : 25.000
Romo Mangun sedang membangun rumah Kurewa. Saat
itu ia sedang mempersiapkan membuat balok induk dari kayu. Si Pethuk mengamati
gambar balok indouk yang dibuat Romo mangun. Balok itu di setiap sudutnya
dibentuks edemikian rupa sehingga menyerupai mulut dan hidung manusia. Si
Pethuk kemudian menunjukkan gambar itu kepada karyo,
“Yo.. Karyo, kok gambare iki lucu, koyo buto cakil
yo? He.. he.. he.. (Yo, Karyo, kok gambarnya ini lucu, seperti Buto cakil ya?)
” Mas karyo diam saja karena mengetahui Romo Mangun muncul di belakang si
pethuk. Sambil memandangi si pethuk Romo Mangun menjelaskan,
“Wong kok senengane nyepelekke
karyane wong liya, kayu kuwi yo butuh ambegan koyo menungsa (Orang kok sukanya
menyepelekan karya orang lain, kayu itu ya butuh bernafas seperti manusia)”.
Mereka berdua tertunduk malu, dalam hati mengakui, “O.. iya, ya. Benar juga!”
Adegan itu mungkin hanya
terjadi di Dinamika Edukasi dasar (DED), terletak di gang Kuwera, Jalan Gejayan
(sekarang jln Affandi) Yogyakarta, yang didirikan dan dikelolah oleh Romo
Mangun. Seluruh aktivitas dan keseharian Romo Mangun ditampilakn di sini. Tidak
semua memang, tapi beberapa peristiwa yang menunjukan betapa seorang Romo
Mangun adalah manusia biasa macam kita. Beliau bisa khilaf, marah, tersinggung,
lucu, kasihan dan iba sertas elalu kritis dan disiplin.
Buku Menjadi Manusiawi,
The Daily Wisdon of Mangunwijaya ini dieditori Y. Sari Jatmiko dengan memilah kisah
dan kata-kata bermakna yang inspiratif bagi penerusan karya beliau. Buku ini
menceritakan kehidupan sehari-hari Romo Mangun bersama para staf-karyawan DED,
kolega, dan sahabat yang diwarnai kesedihan, kegembiraan, harapan, kegelisahan,
ketegangan, kegetiran, dan keprihatinan yang terselubung dalam kelucuan bahkan
kekonyolan-kekonyolan. Bagian lai dari buku ini adalah kumpulan ide-gagasan
yang muncul dalam tulisan maupun percakapan sehari-hari belau. Bagian ketiga
adalah kumpulan beberapa surat dan sambutan.
Buku ini menampilkan sosok
sehari-hari Romo Mangun yang barangkali hanay diketahui oelh orang-orang
dekatnya saja. Sikap, tingkah, dan cara beliau yang lucu sekaligus
menginspirasi ini menjadi sangat lengkap setelah kita mengetahui pemikiran dan
gagasan menarik dari beliau.
Lihatlah kesederhanaan
sekaligus ide spontan dan bisa jadi salah dari teori Romo. Seperti misalnya
ketika beliau berkunjung ke gubug beliau di Pantai Grigak. Melihat seeokor
kucing basah kuyup kedinginan, beliau menyerahkan termos air panas dan satu
kardus susu full cream pada seorang karyawan. ”Tolong buatkan susu panas, biar
kucing ini tidak mati kedinginan!”
”Tapi Romo, untuk membuat
susu ini harus pakai air dingin dulu dahulu.”
”Pakai air panas! Wong
kucing kedinginan kok diberi susu dingin.”
Si Cipto, karyawan ini
tetap ngotot, Romo mangun juga begitu.
”Katanya susu...”
”Kok katanya!” potong
Romo, ”jangan mudah percaya. Coba dulu! Baru disimpulkan bisa atau tidaknya.”
Ternyata susu itu
menggumpal dan tidak dapat larut seluruhnya dalam air panas.
”Tidak bisa Romo,” lapor
si Cipto.
”Hmm.. berarti memang tak
bisa. Tapi kan anda telah mencoba..” tentu dengan ringan Romo akan bilang
demikian.
Anda mungkin tak percaya
jika lem kanji pun bisa dimakan, pohon yang sudah dipangkas mesti disambung
lagi, atau daging ayam basi pun masih bisa disantap. Romo Mangun, di luar
pemikirannya adalah sosok kebapakan yang penuh perhatian..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar