Andika Cahaya,
Novel Darman Moenir
Pengarang : Darman Moenir
Penyunting : Raudal Tanjung Banua
Tebal : xii + 234 halaman
Ukuran : 13,5 x 20 cm
Penerbit : Akar Indonesia
Tahun terbit : Februari 2012
ISBN : 978-979-9983-95-4
Harga : 38.000
DARMAN MOENIR (Sawah Tangah, 27 Juli 1952) bukanlah nama baru
dalam kesusasteraan tanah air, khususnya dunia prosa. Jauh sebelum publik
mengenalnya lewat roman Bako yang fenomenal, novel pertamanya, Gumam,
sudah lebih dulu mendapat rekomendasi DKJ tahun 1976. Bako sendiri
memenangkan Hadiah Utama Sayembara Mengarang Roman DKJ 1980, dan diterbitkan
Balai Pustaka (1983). Setelah itu berturut-turut terbit karyanya yang berikut: Gumam
(1984), Dendang (1988), Aku Keluargaku Tetanggaku (1993), dan
yang terbaru, Krit & Sena (2003)—serta satu novel yang lebih awal
lagi Riak (1977).
Kini Darman Moenir muncul dengan
novel Andika Cahaya, sebuah novel yang ia akui ditulis dengan “bahasa
baku”. Apa yang ia maksudkan di sini tidak berarti bahasa yang kaku dan formal,
sebab selalu ada “improvisasi” yang membuat kalimatnya mengalir lancar,
terjaga, serta suasana yang enak dinikmati. Latar, tokoh dan plot dihadirkan
tidak dengan teknik “air bah”, namun melewati rangkaian proses yang detail,
jika tidak berlebihan dikatakan sangat rinci. Darman Moenir lewat Andika
Cahaya jelas-jelas membawa, jika bukan mempertahankan, suara lain (the
other voice) yang jadi pertaruhan seorang sastrawan.Konsep penyajian Darman
Moenir dengan “bahasa baku”-nya dalam Andika Cahaya ini ternyata sangat sinkron
dengan latar cerita beserta karakter yang dibangunnya. Yakni lingkungan
institusi resmi kebudayaan, dalam hal ini museum Daerah Sumatera Barat, Museum
Andika Cahaya.
Tidak kalah menarik adalah nama “Andika Cahaya”, yang ia anggap
puitik dan penuh makna.”... Andika, berasal dari kosakata
Minangkabau, andiko, berarti tuanku, tuan sahaya, diulangi, tuan
sahaya. Dalam bahasa Jawa atau lain
bahasa, andika barangkali berarti lain lagi. Andika Cahaya dalam rasa-bahasa
bahasa Minangkabau berarti tuanku yang memunyai cahaya berkilau-kilau. Tidakkah
yang kilau-kemilau itu adalah cuma benda-benda pusaka, semacam puro dan
menjadi amat berharga? Tidakkah dalam konteks itu museum yang berasal dari
konsep Barat harus dimaknai? Bukankah museum berasal dari kata Latin, muses,
dewa-dewa, tujuh dewa yang agung, yang kemudian dilestarikan dan tempat
pelestarian itu dinamakan museum?”
Pesan novel Andika Cahaya karya Darman
Moenir ini sekarang dengan menghubungi 081802717528.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar