Penerbit: I:BOEKOE (Indonesia Buku)
Penanggung jawab Program: Taufik Rahzen
Editor: AN Ismanto
Penyair: Indrian Koto, Ndika Mahrendra, Jusuf AN, Mujibur Rohman, Mahwi Air Tawar, Dwi Rahariyoso, Iman Romanshah, Ahmad Muhlish Amrin, Iggoy El Fitria, Dian Hartati, Sri Handayaningsih, Moh Fahmi Amrulloh, Muchlish Zya Aufa, Retno Iswandari, AN Ismanto, Komang Ira Puspitaningsih, I Kadek Surya Kencana, Pinto Anugrah, dan Fina Sato.
Penanggung jawab Program: Taufik Rahzen
Editor: AN Ismanto
Penyair: Indrian Koto, Ndika Mahrendra, Jusuf AN, Mujibur Rohman, Mahwi Air Tawar, Dwi Rahariyoso, Iman Romanshah, Ahmad Muhlish Amrin, Iggoy El Fitria, Dian Hartati, Sri Handayaningsih, Moh Fahmi Amrulloh, Muchlish Zya Aufa, Retno Iswandari, AN Ismanto, Komang Ira Puspitaningsih, I Kadek Surya Kencana, Pinto Anugrah, dan Fina Sato.
Harga: 70.000
Ke-100 puisi dalam buku ini merupakan puisi lirik yang secara tak
langsung berbeda dengan puisi tunggal. Puisi tunggal ialah ekspresi
individual atau puisi murni. Ia juga bukan folklor yang merupakan narasi
atau kisahan. Puisi lirik berdiri di antara puisi individual dan
pengisahan folklor.
Dalam puisi aku-lirik yang umum, si aku-lirik menceritakan pengalaman-pengalamannya yang kemudian mewujud dalam karya (aku-lirik-personal) sebagaimana, misalnya, dalam karya-karyanya Sapardi Djoko Damono.
Dalam "Puisi Kisah Nusantara" ini aku-lirik tak hanya berterus-terang dengan aku-nya. Sebab, selain bercerita tentang dirinya, ia juga kadang bercerita atas nama yang lain dan mengandaikan sesuatu yang kolektif. Itulah bedanya dengan aku-lirik-nya WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, maupun Chairil Anwar yang berhenti untuk menceritakan tentang dirinya sendiri.
Aku-individual dan aku-kolektif yang berjalan bersamaan dan bertukaran inilah menjadi ciri utama dari "Puisi Kisah Nusantara" ini. (Taufik Rahzen)
Dalam puisi aku-lirik yang umum, si aku-lirik menceritakan pengalaman-pengalamannya yang kemudian mewujud dalam karya (aku-lirik-personal) sebagaimana, misalnya, dalam karya-karyanya Sapardi Djoko Damono.
Dalam "Puisi Kisah Nusantara" ini aku-lirik tak hanya berterus-terang dengan aku-nya. Sebab, selain bercerita tentang dirinya, ia juga kadang bercerita atas nama yang lain dan mengandaikan sesuatu yang kolektif. Itulah bedanya dengan aku-lirik-nya WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, maupun Chairil Anwar yang berhenti untuk menceritakan tentang dirinya sendiri.
Aku-individual dan aku-kolektif yang berjalan bersamaan dan bertukaran inilah menjadi ciri utama dari "Puisi Kisah Nusantara" ini. (Taufik Rahzen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar